Alkisah ada tiga orang pendaki gunung yang sedang melakukan perjalanan menuju puncak
Pendaki kedua begitu siuman dari pingsan masih sempat bangkit dan berusaha mengkondisikan dirinya untuk tetap bertahan ditengah keganasan dingin salju pegunungan himalaya, ia berusaha untuk menghubungi pos pendakian terdekat, namun apa daya radio komunikasi sudah tidak berfungsi lagi. Kebingungan dan keputusasaanlah yang saat ini ada pada dirinya dan rupanya hal inilah yang menjadi penyebab utama kematiannya.
Pendaki ketiga ketika terhempas dari badai salju berusaha untuk tetap bertahan, ketika tahu radio komunikasi tidak berfungsi ia sadar bahwa dia tidak bisa meminta pertolongan siapaun saat itu, ia terus berjalan menerobos badai salju dengan sekuat tenaga untuk menuju pos pendakian terdekat, pandangannya sudah mulai berkunang – kunang , jari – jari kakinya sudah mulai tidak terasa karena hipotermia dan ia tahu dalam hitungan menit jari kakinya akan membusuk dan menjalar ke bagian tubuh yang lain, maka tak ada jalan lain dia harus mengamputasi jari kakinya sendiri.
Di tengah kondisi fisik yang semakin lemah, dingin yang semakin mencekam, terbersit keraguan dalam dirinya , “ Mampukah aku bertahan ?.
Terbayang dalam ingatannya saat itu, bagaikan slide show power point, Isteri yang sangat dicintainya walaupun suka mengeluh ketika akhir bulan, senyum manis si bungsu yang mengembang ketika diberi sebotol susu, rumah nan indah impiannya yang baru dibeli lewat kredit KPR, teman – teman sesame pendaki yang begitu mengharapkan kesuksesan misi pendakian. “Aku harus bertahan ! aku harus bertahan !” tekadnya dalam hati. Perlahan langkahnya semakin bertenaga, pandanganya perlahan terang dan tekadnya semakin membara , “Aku harus selamat !”. Ia sekuat tenaga meneruskan perjalanan menuju pos pendakian terdekat. Waktu berlalu, sampai akhirnya terpampang dihadapannya sebuah benda bulat tertutup salju putih seukuran tenda dan ternyata itulah tenda regu penyelamat.
Saudaraku, tahukah engkau bahwa prestasi yang terukir di dunia ini adalah hasil dari manusia – manusia tangguh pantang menyerah, perhatikanlah bagaimana kisah nabi Muhammad yang pantang menyerah berdakwah, walaupun terusir dari tanah kelahirannya di Mekkah, dihina dan di caci serta dianiaya di
Mereka – merekalah oleh DR Stolz dalam bukunya Adversity Quotient disebut The Climber, manusia – manusia tangguh pantang menyerah, manusia- manusia berdaya tahan tinggi, manusia – manusia yang berhasil mengukir prestasi dalam hidupnya, manusia – manusia yang tahan hempasan ujian, cobaan, cacian, hinaan bahkan rela mempersembahkan jiwanya untuk apa yang diyakininya.dan membawa manfaat bagi orang banyak. Mari, jadikanlah diri kita manusia berdaya tahan tinggi (The Climber) karena hidup hanya sekali, untuk mengukir sebuah prestasi .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar